Jika kita menulis atau
berbicara, kita itu selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi
kelompok kata, klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.
Di dalam sebuah
karangan, diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk
menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata
melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi
juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya
bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan
individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
Sebelum menentukan
pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna
dan relasi makna :
Makna sebuah kata /
sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna
menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1.
Makna Leksikal
Makna yang sesuai
dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg
sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya
adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam
kucing).
Makna Gramatikal :
untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk
menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti
kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak
buku”.
2.
Makna Referensial dan
Nonreferensial
Makna referensial
& nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari
kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar
bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai
referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen.
Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi
(bermakna nonreferensial).
3.
Makna Denotatif dan
Konotatif
Makna denotatif adalah
makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem.
Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil &
ukuran badannya normal. Makna konotatif
adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan
dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut.
Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak
memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan
kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan
senang bila dikatakan ramping.
4.
Makna Konseptual dan
Makna Asosiatif
Makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang
berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki
sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu
yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg suci /
kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
5.
Makna Kata dan Makna
Istilah
Makna kata, walaupun
secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan
dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah
digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang
ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang
berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan. Makna istilah memiliki makna yang tetap dan
pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan
dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas
masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti
orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
6.
Makna Idiomatikal dan
Peribahasa
Yang dimaksud dengan
idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat)
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun
makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan, kesedihan,
keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata
rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu. Makna pribahasa bersifat memperbandingkan
atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh:
Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa
7.
Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah
kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri
malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Agar dapat
menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik
harus memenuhi syarat, seperti :
•
Ketepatan dalam
pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
•
Seorang pengarang
harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna
sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
•
Menguasai berbagai
macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat
yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
1.
Hari ini Aku pergi ke
pantai bersama dengan kawanku. Udara disana sangat sejuk. Kami bermain bola air
sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
2.
Liburan tahun ini Aku
dan kawanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang ketika hari itu
tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak
henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah
untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari disana,
kami pulang
1.
Makna Denotatif dan
Konotatif
Makna denotatif adalah
makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang
sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah
suatu pengertian yang
terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut
makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam
mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna
denotatif.
Makna konotatif adalah
makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap
pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
2.
Makna Umum dan Khusus
Kata umum dibedakan dari kata khusus
berdasarkan ruang-lingkupnya.
- Makin luas ruang-lingkup suatu kata, maka
makin umum sifatnya. Makin umum suatu kata, maka semakin terbuka kemungkinan
terjadinya salah paham dalam pemaknaannya.
- Makin sempit ruang-lingkupnya, makin khusus
sifatnya sehingga makin sedikit kemungkinan terjadinya salah paham dalam
pemaknaannya, dan makin mendekatkan penulis pada pilihan kata secara tepat.
Misalnya:
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata
mujair atau tawes. Ikan tidak hanya
mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki
dan ikan mas. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti
ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti
gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
3.
Kata abstrak dan kata
konkret.
Kata yang acuannya
semakin mudah diserap panca-indra disebut kata konkret, seperti meja, rumah,
mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah
diserap panca-indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan
perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata
abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus.
Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
4.
Sinonim
Sinonim adalah dua
kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya
berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua
kata tersebut tidak persis sama benar.
Kesinoniman kata masih
berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
5.
Kata Ilmiah dan kata
popular
Kata ilmiah merupakan
kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam
tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi
khusus.
Yang membedakan antara
kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah
digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada
penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun
desertasi.
Kalimat Efektif dalam
bahasa indonesia
Kalimat efektif adalah
kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis sehingga pembaca
atau pendengar dapat menerima maksud/arti serta tujuannya seperti yang di
maksud penulis /pembicara.
Ciri-ciri kalimat
efektif: (memiliki)
1.
KESATUAN GAGASAN
Memiliki
subyek,predikat, serta unsur-unsur lain (O/K) yang saling mendukung serta
membentuk kesaruan tunggal.
Di dalam keputusan itu
merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak
memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu
bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan
keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus
dihilangkan)
2.
KESEJAJARAN
Memiliki kesamaan
bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan
di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak
itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak
memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan
predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat
pasif, yakni menggunakan imbuhan di-. Kalimat itu harus diubah :
- Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke
pinggir jalan
- Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke
pinggir jalan.
3.
KEHEMATAN
Kalimat efektif tidak
boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih.
Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga mawar,
anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata
bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan
melati terkandung makna bunga.
Kalimat yang benar
adalah:
Mawar,anyelir, dan
melati sangat disukainya.
4.
PENEKANAN
Kalimat yang dipentingkan harus diberi
penekanan.
Caranya:
a.
Mengubah posisi dalam
kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
•
Harapan kami adalah
agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
•
Pada kesempatan lain,
kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
b. Menggunakan
partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan
–kah. Contoh :
• Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam
soal itu.
• Kami pun turut dalam kegiatan itu.
c. Dapatkah
dia menyelesaikannya?
d. Menggunakan repetisi, yakni dengan
mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan
antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara
pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami
antara satu dan lainnya.
e. Menggunakan
pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan
makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan. Contoh :
•
Anak itu tidak malas,
tetapi rajin.
•
Ia tidak menghendaki
perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5.
KELOGISAN
Kalimat efektif harus
mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki
hubungan yang logis/masuk akal. Contoh :
Waktu dan tempat saya
persilakan.
Kalimat ini tidak
logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak
dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya :
Bapak penceramah, saya
persilakan untuk naik ke podium.
Penentuan batas kata
Dalam ilmu linguistik
barat ada minimal lima cara dalam menentukan batas-batas kata:
a. Pada jeda
Seorang pembicara
disuruh untuk mengulang kalimat yang diberikan secara pelan, diperbolehkan
untuk beristirahat dan mengambil jeda. Sang pembicara maka akan cenderung
memasukkan jeda pada batas-batas kata. Namun metoda ini tidaklah sempurna: sang
pembicara bisa dengan mudah memilah-milah kata-kata yang terdiri dari banyak
suku kata.
b. Keutuhan
Seorang pengguna
disuruh untuk mengucapkan sebuah kalimat secara keras dan lalu disuruh untuk
mengucapkannya lagi dan ditambah beberapa kata.
c. Bentuk
bebas minimal
Konsep ini pertama
kali diusulkan oleh Leonard Bloomfield. Kata-kata adalah leksem, jadi satuan
terkecil yang bisa berdiri sendiri.
d. Batas
fonetis
Beberapa bahasa
mempunyai aturan pelafazan khusus yang membuatnya mudah ditinjau di mana batas
kata sejatinya. Misalnya, di bahasa yang secara teratur menjatuhkan tekanan
pada suku-kata terakhir, maka batas kata mungkin jatuh setelah masing-masing
suku-kata yang diberi tekanan. Contoh lain bisa didengarkan pada bahasa yang
mempunyai harmoni vokal (seperti bahasa Turki): vokal dalam sebagian kata
memiliki "kualitas" sama, oleh sebab itu batas kata mungkin terjadi
setiap kali kualitas huruf hidup berganti. Tetapi, tidak semua bahasa mempunyai
peraturan fonetis seperti itu yang mudah, kalaupun iya, pada bahasa ini ada
pula perkecualiannya.
e. Satuan
semantic
Seperti pada banyak
bentuk bebas yang minimal yang disebut di atas ini, metode ini memilah-milah
kalimat ke dalam kesatuan-kesatuan semantiknya yang paling kecil. Tetapi,
bahasa sering memuat kata yang mempunyai nilai semantik kecil (dan sering
memainkan peran yang lebih gramatikal), atau kesatuan-kesatuan semantik yang
adalah kata majemuk.
Dalam prakteknya, para
ahli bahasa menggunakan campuran semua metode ini untuk menentukan batas kata
dalam kalimat. Namun penggunaan metode ini, definisi persis kata sering masih
sangat sukar ditangkap.